Pengertian Kosmologi


Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. Kosmologi dipelajari dalam astronomi, filosofi, dan agama.

Istilah kosmologi berasal dari bahasa Yunani kosmos yang dipakai oleh Pythagoras (580-500 SM) untuk melukiskan keteraturan dan harmoni pergerakan benda-benda langit. Istilah ini dipakai lagi dalam pembagian filsafat Christian Wolff (1679-1754).Kosmologi (dari Yunani kosmos, "alam semesta", dan logia, "studi"), dalam penggunaan yang ketat, mengacu pada studi tentang alam semesta dalam totalitasnya seperti sekarang (atau setidaknya seperti yang dapat diamati sekarang), dan dengan perluasan, tempat manusia di dalamnya.

Dalam penggunaan modern oleh para ilmuwan, kosmologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memahami struktur ruang-waktu dan komposisi alam semesta skala besar dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan alam. Ini berarti kosmologi memanfaatkan pengamatan rinci untuk memperoleh data dan memanfaatkan teori-teori fisika untuk menafsirkan data tersebut, serta mempergunakan penalaran matematika atau penalaran logika lainnya yang terkandung dalam teori-teori tersebut untuk memperoleh pengetahuan lengkap mengenai alam semesta fisik.

Kosmologi bukan astronomi yang membagi-bagi seluruh alam semesta menjadi galaksi, bintang, planet, bulan, lalu menelaahnya satu demi satu. Kosmologi memadukan semua cabang dan ranting pohon ilmu pengetahuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai alam semesta. Kosmologi menelaah ruang dan waktu, menyelidiki asal-usul semua materi pengisi alam, mempelajari peristiwa kosmis penting, termasuk asal mula kehidupan dan kemungkinan perkembangan kecerdasan Kosmologi juga merupakan salah satu cabang ilmu astronomi, dengan fokus utama pada alam semesta skala besar (cosmos). Yang dipelajari dalam kosmologi antara lain bagaimana terbentuknya alam semesta, proses-proses apa saja yang mungkin terjadi sejak awal terbentuk sampai sekarang, dan juga memprediksi bagaimana akhir alam semesta ini kelak – kalau ternyata alam semesta memiliki akhir meskipun kata kosmologi baru (pertama kali digunakan tahun 1730 dalam Kristen Wolff's Cosmologia generalis), studi tentang alam semesta memiliki sejarah panjang yang melibatkan ilmu pengetahuan, filsafat, esoterisme, dan agama.

Dalam beberapa kali, fisika dan astrofisika telah memainkan peran sentral dalam membentuk pemahaman alam semesta melalui observasi ilmiah dan percobaan, atau apa yang dikenal sebagai kosmologi fisik berbentuk baik melalui matematika dan observasi dalam analisis seluruh alam semesta.

Kosmologi ini sering merupakan aspek penting dari mitos penciptaan agama yang berusaha untuk menjelaskan keberadaan dan sifat realitas. Dalam beberapa kasus, pandangan tentang penciptaan (kosmogoni) dan perusakan (eskatologi) dari alam semesta memainkan peran sentral dalam membentuk kerangka kosmologi agama.

Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat alam semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni kosmos yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah atau studi” (Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes mendefinisikannya sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and the structure of the universe (Runes, 1971: 60). Yakni cabang filsafat yang membicarakan asal-usul dan struktur alam semesta.

Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua pengertian, yaitu: pertama,penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok yang terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua, praaggapan-praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya. Dan untuk membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga dengan ’filsafat fisika’ atau ’filsafat ilmu-ilmu alam’ (Kattsoff, 2004:231-232).

A. F. Taylor dalam elements of metaphysic (1924: 3-30), memerikan problem-problem kosmologi dalam beberapa aspek, yakni: ruang (space), waktu (time), gerak (motion), jarak bintang(magnitude), gaya (force), materi (matter), perubahan (change), interaksi (interaction), bilangan(number), kualitas (quality), dan kausalitas (causality).

Jadi, dari deskripsi di atas, dapat disimpulkan istilah kosmologi secara umum memiliki pengertian sebagai berikut, yakni: pertama, ilmu tentang alam semesta sebagai sistem yang rasional dan teratur. Kedua, merupakan cabang ilmu pengetahuan, khususnya bidang astronomi yang berupaya membuat hipotesis mengenai asal, struktur, ciri khas, dan perkembangan alam fisik berdasarkan pengamatan dan metodologi ilmiah. Ketiga, ilmu yang memandang bahwa alam semesta sebagai keseluruhan yang integral; dan bagian dari alam semesta itu berdasarkan pengamatan astronomi, merupakan suatu bagian dari keseluruhan tersebut. Keempat, secara tradisional kosmologi diposisikan sebagai cabang metafisika yang menelaah mengenai asal dan susunan alam semesta, penciptaan dan kekekalannya, vitalisme dan mekanisme, kodrat hukum, ruang, waktu, serta kausalitas. Analisis kosmologi mencoba mencari apa yang berlaku bagi dunia ini, dan ontologi berusaha mencari relasi-relasi dan diferensiasi-diferensiasi yang mungkin berlaku dalam dunia (Bagus, 2002: 499).

Disiplin keilmuan kosmologi telah mengalami perkembangan pesat, seiring dengan perjalanan sejarah sebagaimana cabang keilmuan lain. Berawal dari tradisi pemikiran Yunani kuno, dipelopori oleh filsuf-filsuf alam, sampai kekinian kita, telah lahir pelbagai corak pemikiran kosmologi yang beragam sesuai dengan titik-pijak, orientasi, dan perspektifnya. Ditelaah dari watak dan karakternya, pemikiran kosmologi dapat diklasifikasi dalam enam mainstream (arus besar) pemikiran yakni; spekulatif, ilmiah, kritik, matematis, baru (pasca-Einstein), dan sintesis.

Pertama, kosmologi spekulatif. Pemikiran kosmologi jenis ini dibangun atas dasar kerangka epistemologi yang menitikberatkan pada kemampuan kontemplasi yang bersifat spekulatif. Meskipun begitu, pada tahap pemikiran ini sudah dilakukan pengamatan langsung atau observasi dalam pengertian yang paling sederhana. Misalnya pandangan Demokritos yang menegaskan bahwa arkhealam semesta ialah atom dan ruang kosong; ini jelas merupakan hasil olah nalar spekulatif murni. Sejarah menuturkan bahwa waktu itu belum ditemukan alat apa pun yang memungkinkan seseorang dapat mengetahui keberadaan atom dan ruang kosong.

Kedua, kosmologi ilmiah. kosmologi model ini bekerja dengan alat dan kerangka atau desain metode yang kerja dan produknya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketiga, kosmologi kritik. Model kosmologi yang lahir sebagai jawaban atas keberatan-keberatan terhadap kosmologi spekulatif. Tokoh yang dikategorikan sebagai pemikir kosmologi kritik ialah Emmanuel Kant, karena ia memiliki ciri yang unik dan berbeda dengan model pemikiran kosmologi lain. Ia berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan kosmologi spekulatif dengan metode kritisisme.

Keempat, kosmologi matematis. Merupakan pemikiran kosmologi yang fondasinya dirancang berdasarkan asumsi epistemologis ilmu-ilmu kealaman seperti astronomi, fisika, dan matematika.

Kelima, kosmologi baru (pasca Einstein). Mayoritas ilmuwan mengatakan bahwa sesudah Albert Einstein mewariskan prinsip-prinsip kosmologi matematis, terjadi debat metodologis yang luar bisa. Dari debat tersebut justru kosmologi dianggap sebagai ilmu baru yang memberikan sumbangan cukup signifikan kepada perkembangan ilmu dewasa ini.

Keenam, kosmologi sintesis. Model kosmologi yang mencoba membuat sintesis-sintesis baru atas dasar hasil penemuan ilmu-ilmu kealaman dengan mempertimbangkan keterangan-keterangan filsafat (Siswanto, 2005: 12-13). Perjalanan sejarah pemikiran kosmologi mengalami dinamisasi menuju kesempurnaan pengetahuan manusia tentang jagat raya. Proses dinamis ini, sesuai dengan epistemologi problem solving Karl Popper dengan metode falsifikasi, bahwa sifat kemungkinan salah dari ilmu mendorong manusia selalu belajar untuk maju (Taryadi, 1989: 32). Selaras dengan pandangan di atas, Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History of Time dan The Theory of Everything, The Origin and Fate of the Universe, ia berusaha memadukan pelbagai teori tentang jagat raya untuk menemukan sebuah teori kosmologi yang paripurna. Dalam kerangka dan problem inilah, penulis melakukan studi pemikiran kosmologi Stephen Hawking.

Dalam beberapa ratus tahun terakhir, kosmologi telah didominasi oleh fisika dan astrofisika.

Masalah yang dihadapi para kosmolog modern adalah mempersatukan sifat-sifat alam semesta teramati untuk memperoleh model-model alam semesta yang akan mendefinisikan struktur dan evolusinya. Model alam semesta menjadi sarana yang dibangun manusia untuk memperoleh gambaran mengenai alam semesta yang demikian luas. Model ini dibentuk dengan bertumpu pada data empiris dan teori-teori fisika. Model alam semesta pun senantiasa diujikan. Hasil-hasil amatan baru atau teori-teori baru akan mengubah model alam semesta dari waktu ke waktu.

Apakah model yang dibangun para kosmolog merupakan cermin Alam Semesta? Kita mungkin tidak pernah dapat memastikannya. Dalam membuat model alam semesta, para kosmolog ibarat seorang pembuat topeng yang harus memasangkan topeng buatannya pada seraut wajah tak dikenal, Alam Semesta. Ia hanya mempunyai satu Alam Semesta, dan ia berada di dalamnya. Ia tidak pernah mengetahui seperti apakah Alam Semesta sesungguhnya. Kosmolog bukan membuat potret alam semesta, ia hanya membuat analoginya. Upaya ini tidak sederhana, namun terbukti berhasil melahirkan teori-teori tentang asal usul, struktur dan evolusi alam semesta yangdari waktu ke waktu menambah pemahaman kita mengenai ruang maha besar yang kita huni ini.

Lebih baru Lebih lama