Pengertian Klasifikasi Iklim
Iklim adalah pola cuaca rata-rata yang terjadi untuk waktu yang relatif lebih lama dan mencakup wilayah yang luas. Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi, dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.
Klasifikasi Iklim
Iklim Matahari
Pembagian iklim matahari dipengaruhi oleh posisi suatu wilayah terhadap matahari. Atau lebih mudahnya, iklim matahari didasarkan pada banyak dan sedikitnya sinar Matahari yang diterima oleh suatu wilayah. Intensitas sinar Matahari tersebut tentu bergantung juga pada pergeseran semu harian matahari. Hal itulah yang membuat adanya perbedaan temperatur antar tempat di permukaan bumi.
Sumbu rotasi bumi sendiri memiliki kemiringan 23,5 derajat yang menyebabkan adanya variasi panas yang diterima berbagai wilayah di belahan bumi. Patokan klasifikasi ini adalah jatuhnya sinar matahari di garis lintang atau astronomis bumi.
Berdasarkan teori di atas lah dapat disimpulkan bahwa semakin jauh dari garis khatulistiwa maka semakin besar sudut insiden sinar matahari.
Ciri Iklim Matahari
Menurut klasifikasi iklim Matahari, permukaan Bumi terbagi menjadi empat kategori daerah iklim, yaitu:
Iklim Tropis: 0-23,5 derajat LU/LS
Iklim Subtropis: 23,5-40 derajat LU/LS
Iklim Sedang: 40-66,5 derajat LU/LS
Iklim Kutub: 66,5 - 90 derajat LU/LS
Adapun ciri iklim matahari memiliki beberapa karakteristik umum diantaranya:
1. Didasarkan pada intensitas panas matahari yang diterima oleh suatu wilayah
2. Memiliki variasi ketinggian matahari
3. Memiliki permukaan tidak tegak lurus terhadap matahari, sehingga energi yang diterima tergantung pada ketinggian
4. Memiliki ketinggian matahari maksimum 90°
Iklim Menurut Mohr
Mohr tahun 1933 mengajukan klasifikasi iklim di Indonesia yang didasarkan curah hujan. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam waktu yang lama.
Klasifikasi Iklim Mohr berdasarkan hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan. Dasar penggolongan iklim menurut Mohr adalah adanya bulan basah dan bulan kering. Berdasarkan penelitian tanah, Mohr membagi tiga derajat kelembapan yaitu :
Bulan basah adalah bulan yang curah hujannya > 100 mm dalam 1 bulan. Jumlah curah hujan melampaui penguapan.
Bulan kering adalah bulan yang curah hujannya < 60 mm dalam 1 bulan. Penguapan banyak berasal dari dalam tanah daripada curah hujan.
Di antara bulan basah dan bulan kering disebut bulan lembab. Bulan lembab tak masuk dalam hitungan. Curah hujan dan penguapan relatif seimbang.
Curah hujan rata-rata yang digunakan diperoleh dari pengamatan curah hujan selama minimal 10 tahun.
Asumsi untuk penguapan/ evaporasi (E) adalah 2 mm per hari.
BB (Bulan Basah) CH > 100 mm ; CH > E
BK (Bulan Kering) CH < 60 mm ; CH < E
BL (Bulan Lembab) 60 < CH < 100 mm.
Iklim Schmidt Ferguson
Iklim Schmidt Ferguson merupakan tipe iklim yang ditentukan berdasarkan siklus data pada curah hujan di suatu wilayah. Klasifikasi iklim Schmidt Ferguson ini memiliki empat tipe yaitu iklim basah, iklim agak basah, iklim sedang, dan iklim agak kering.
Tipe iklim ini dikembangkan oleh Schmidt dan Ferguson peneliti sekaligus guru besar dan pejabat dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada tahun 1950.
Seperti Köppen, Schmidt dan Ferguson juga membagi iklim berdasarkan curah hujan. Namun dalam klasifikasi Schmidt-Ferguson, curah hujan yang digunakan adalah bulanan dengan rumus:
Q = jumlah rata-rata bulan kering : jumlah rata-rata bulan basah × 100 persen
Berdasarkan rumus itu, maka pembagian iklimnya yakni:
kategori sangat basah, nilai Q 0-14,3 persen
kategori basah, nilai Q 14,3-33,3 persen
kategori agak basah nilai Q 33,3-60 persen
kategori sedang, nilai Q 60-100 persen
kategori agak kering, nilai Q 100-167 persen
kategori kering, nilai Q 167-300 persen
kategori sangat kering, nilai Q 300-700 persen
kategori luar biasa kering, nilai Q lebih dari 700 persen
Iklim Koppen
Klasifikasi iklim Köppen adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang paling banyak digunakan secara luas. Sistem ini dikembangkan oleh Wladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar tahun 1884 (dengan beberapa perubahan yang ia tambahkan pada tahun 1918 dan 1936). Kemudian, seorang ahli iklim Jerman yang bernama Rudolf Geiger bekerja sama dengan Köppen untuk mengubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini kadang-kadang disebut sebagai sistem klasifikasi Köppen–Geiger.
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim dan lingkaran zona iklim telah dipilih dengan distribusi tanaman. Sistem ini menggabungkan temperatur dan kelembaban rata-rata bulanan dan tahunan, serta kelembapan musiman.
Simbol Klasifikasi Koppen
Koppen menggunakan simbol huruf besar dan kecil dalam membedakan karakteristik antara curah hujan dan temperatur dan juga digunakan dalam menentukan pembagian wilayah iklim berdasarkan temperatur bulan terdingin dan juga bulan terpanas. Berikut ini merupakan kode dari klasifikasi iklim Koppen:
A = iklim tropis
B = iklim kering
C = iklim sedang
D = iklim dingin
E = iklim kutub
f = selalu basah, hujan bisa jatuh dalam semua musim
s = bulan kering pada musim panas di belahan bumi yang bersangkutan
w = bulan kering (winter)
m = hujan cukup/sedang
Iklim Oldeman
Iklim Oldeman merupakan klasifikasi iklim yang didasarkan pada kriteria lama terjadinya bulan basah dan bulan kering, yang batasannya memperhatikan kebutuhan air tanaman padi. Klasifikasi ini dibuat Oldeman untuk keperluan klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan Indonesia.
Kriteria dalam klasifikasi iklim Oldeman berdasarkan perhitungan Bulan Basah (BB), Bulan Lembab (BL), dan Bulan Kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.
Bulan Basah (BB), merupakan bulan dengan rata- rata curah hujan lebih dari 200 mm
Bulan Lembab (BL), merupakan bulan dengan rata- rata curah hujan 100 hingga 200 mm
Bulan Kering (BK), merupakan bulan dengan rata- rata curah hujan kurang dari 100 mm
Kriteria penentuan Bulan Basah, Bulan Lembab, dan Bulan Kering adalah sebagai berikut:
Bulan Basah = rata-rata curah hujan > 200 mm per bulan
Bulan Kering = rata-rata curah hujan < 100 mm per bulan
Bulan Lembab = rata-rata curah hujan 100 - 200 mm per bulan
Panjang periode Bulan Basah dan Bulan Kering berturut-turut ditentukan untuk mengklasifikasikan iklim tersebut. Pengklasifikasian iklim oleh Oldeman ini dibagi menjadi 5 tipe kategori. Kategori- kategori iklim Oldeman antara lain sebagai berikut:
Tipe A, bulan- bulan basah secara berturut- turut lebih dari 9 bulan
Tipe B, bulan- bulan basah secara berturut- turut antara 7 sampai 9 bulan
Tipe C, bulan- bulan basah secara berturut- turut antara 5 sampai 6 bulan
Tipe D, bulan- bulan basah secara berturut- turut antara 3 sampai 4 bulan
Tipe E, bulan- bulan basah secara berturut- turut kurang dari 3 bulan
Sementara untuk sub tipe, penentuannya adalah sebagai berikut
1 = bulan kering berjumlah < atau sama dengan 1
2 = bulan kering 2 -3 kali
3 = bulan kering 4 - 6 kali
4 = ada > 6 bulan kering
Berdasarkan penentuan tipe dan sub-tipe diatas, iklim dikelompokkan menjadi 17 wilayah Agroklimat Oldeman mulai dari A1 sampai E4 yaitu sebagai berikut:
A1, A2 ⇒ Sesuai untuk budidaya padi terus-menerus namun produksi agak rendah karena kerapatan fluks matahari rendah sepanjang tahun.
B1 ⇒ Sesuai untuk tanaman padi terus menerus dengan perencanaan awam musim tanam yang baik. Produksi maksimal jika dilakukan di musim kemarau.
B2 ⇒ Dapat dibudidayakan padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering pendek untuk palawija.
C1 ⇒ Budidaya padi sekali dan palawija dua kali dalam satu tahun.
C2, C3, C4 ⇒ Tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun. Namun tanam palawija kedua harus hati-hati karena jatuh di musim kering.
D1 ⇒ Tanam padi umur pendek satu kali dengan panen yang tinggi biasanya karena kerapatan fluks matahari tinggi.
D2, D3, D4 ⇒ Memungkinkan untuk satu kali padi dan satu kali tanam palawija, tergantung dari kestabilan irigasi.
E ⇒ Wilayah ini umumnya kering tandus, mungkin bisa untuk palawija sekali dan itu pun tergantung dari adanya hujan.
Iklim Junghuhn
Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn, ahli tanaman asal Jerman, menurut Junghuhn mengklasifikasikan iklim berdasarkan ketinggian tempat dan mengaitkan iklim dengan jenis tanaman yang tumbuh dan berproduksi optimal sesuai suhu di habitatnya.
Zona iklim panas: Ketinggian 0-700 meter, suhu rata-rata tahunan lebih 22 derajat celsius. Jenis tanaman padi, jagung, tebu dan kelapa.
Zona iklim sedang: Ketinggian 700-1.500 meter, suhu rata-rata tahunan antara 15-22 derajat celsius. Jenis tanaman kopi, teh, kina dan karet.
Zona iklim sejuk: Ketinggian 1.500-2.500 meter, suhu rata-rata tahunan 11-15 derajat celsius (cocok tanaman holtikultura).
Zona iklim dingin: Ketinggian 2.500-4000 meter, suhu rata-rata tahunan 11 derajat celsius. Tanaman yang tumbuh lumut.
Zona iklim salju tropis: Ketinggian lebih dari 4.000 meter dari permukaan laut, di daerah ini tidak terdapat tumbuhan.